I. PENDAHULUAN
Begitu bayi lahir di dunia, ia menangis. Tangis bayi inilah
sesungguhnya awal praksis komunikasi manusia di dunia. Kelahiran komunikasi
melekat pada kelahiran jabang bayi. Ia melekat tak dapat terpisahkan dari jati
diri manusia. Kemudian ia menjadi praksis kultural yang amat penting.
Komunikasi hadir di mana-mana dalam setiap ruang dan waktu (omnipresent). Semua masalah tak dapat
diselesaikan tanpa komunikasi, betapapun komunikasi bukan satu-satunya jalan.
Komunikasi melekat dalam dimensi kesosialan manusia, maka manusia yang ‘gagap
komunikasi’ tentu gagap sosial juga.
Komunikasi
sebagai sebuah seni, tidak hanya berlangsung dalam relasi imanensi melainkan ia
hadir juga dalam relasi transendensi. Proses Komunikasi tidak hanya menghasilkan
efek afeksi, psikomotorik, dan konatif. Dalam kacamatan filosofis ia juga mampu
menghasilkan sesuatu yang reflektif. Pada tataran ilmu komunikasi, komunikasi
hanya dapat berlangsung dalam relasi 2 orang, pada tataran filosofis komunikasi
bisa berlangsung pada diri sendiri. AKU berdialog dengan DIRIKU yang disebut inside communication atau inlook communication.
Proses inside communication yang intensif akan menghasilkan refleksi psikologis
dan filosofis berupa kesadaran diri dan insight.
Komunikasi jenis ini tidak masuk dalam kategori verbal dan verbal, atau
langsung tak langsung yang kita kenal dalam ilmu komunikasi.
Pada tataran religius, komunikasi mampu merasuk ke dalam nuansa adi
kodrati yang kita kenal dengan komunikasi transendensi. Hasil dari proses
komunikasi ini bila dilakukan dengan intensif dan penuh dengan keikhlasan akan
menghasilkan kesadaran religius.
Beberapa uraian di atas mencoba mengajak pembaca untuk pelan-pelan memasuki
dunia metaempiris dan metateori. Para ahli
ilmu komunikasi sering hanya berkutat dengan sesuatu yang empiris, imanensi,
praktis-pragmatis dan teoritis, bahkan dramaturgis. Komunikasi tidak hanya
melahirkan segregasi subyek-obyek yakni komunikator-komunikan, tetapi juga
subyek-subyek, subyek-metasubyek, bahkan subyek dengan teks.. Komunikasi
berlangsung tidak hanya antara orang yang satu dengan orang (orang-orang) yang
lain, melainkan dapat juga berlangsung antara subyek dengan batin dari si
subyek, dapat berlangsung pada orang dengan sesuatu yang adi kodrati, bahkan
dapat berdialog dengan orang lain via teks (Komunikasi hermeneutis). Komunikasi
dapat berlangsung aktif-aktif, tapi juga dapat aktif-pasif.
Betapa komunikasi itu amat penting dalam praksis kehidupan manusia
sehingga Habermas menyatakan bahwa praksis tidak hanya kerja seperti yang
dikatakan Karl Marx, melainkan kerja dan komunikasi. Habermas merupakan salah
satu tokoh yang amat penting lahirnya Filsafat Komunikasi. Kalau kita membicarakan
filsafat komunikasi tentu saja pemikiran Habermas tak mungkin kita lewatkan
begitu saja. Dan tulisan ini diilhami pemikiran filsafat Habermas. Komunikasi
dalam pemikiran Habermas, tidak melulu menghasilkan ‘kesamaan’, melainkan harus
menghasilkan apa yang disebut sincerity,
exactness, truthness, and comprehension.
Pemikiran Habermas sangat relevan dikemukakan di sini dan pada jaman
kini, jaman yang oleh John Keane disebut sebagai jaman “keberlimpahan
komunikasi” (Communicative Abundance).
Ironisnya, pada saat keberlimpahan komunikasi justru terjadi distorsi
komunikasi di mana-mana. Orang cenderung banyak bicara, tetapi miskin makna.
Orang-orang telah terjangkiti ‘penyakit’ banyak bicara, tetapi susah
mendengarkan. Mengutip pendapat Jalaludin Rumi, “belajarlah bicara dengan
mendengarkan”. Mendengar yang baik adalah awal komunikasi insani. Menyitir
kata-kata Idi Ibrahim, “kita harus lebih dahulu memahami orang lain untuk
menghasilkan komunikasi empatik” yang didalamnya mengandung nilai memahami,
kepedulian, penghargaan, dan perhatian terhadap orang lain. Carl Rogers sudah
sejak lama memprihatinkan bahwa kita cenderung (lebih dulu) menghakimi,
menilai, menyetujui atau membantah pernyataan orang lain ataupun pernyataan
kelompok dalam berkomunikasi. “Prejudice’
dan distorsi seperti ini sesungguhnya yang mau dibersihkan oleh Habermas
melalui Hermeneutika kritisnya yang didalamnya mengandung kompetensi
komunikasi.
II. BIOGRAFI HABERMAS
Jurgen Habermas adalah salah satu filsuf dalam kelompok Mazhab
Frankfurt bersama-sama dengan Adorno, Marcuse, Horkeimer. Ia dilahirkan di kota Gottingen, Jerman. Habermas adalah salah satu
pencetus Teori Kritis atau Filsafat kritis yang merupakan salah satu aliran
utama filsafat abad XX disamping fenomenologi dan filsafat analitis. Latar
belakang pendidikannya adalah kesusastraan jerman, filsafat, psikologi dan
ekonomi. Ia memperoileh gelar Doktor bidang filsafat tahun 1954 dengan
disertasi “Das Absolute und die Gesichte (Yang Absolute dan Sejarah). Buku-buku
yang ditulisnya antara lain “ Knowledge and Human interest” (1971), Toward a
rational society (1971), Theory and Practice (1974), Communication and the
Evolution of Society (1979), Between Facts and Norms (1980), Theory of
Commnuicative Action (1981).
III. PENGERTIAN HERMENEUTIKA
Kata hermeneutika berasal dari kata kerja Yunani hermeneuin : mengartikan,
menginterpretasikan, menafsirkan, menterjemahkan. Istilah hermeneutika sering
dihubungkan dengan Hermes seorang dewa dalam mitologi Yunani kuno yang bertugas
menyampaikan dan menerjemahkan pesan dewata yang masih samar-samar ke dalam
bahasa yang bias dipahami manusia. Pada abad 17 dan 18 istilah ini dipakai
untuk menunjukkankan ajaran tentang aturan-aturan yang harus diikuti dalam
mengerti dan menafsirkan dengan tepat suatu teks dari masa lampau, khususnya
Kitab Suci dan teks-teks klasik Yunani dan Romawi (Exegesis). Hermeneutika adalah Filsafat Mengerti (verstehen).
J. Bleicher membedakan hermeneutika dalam tiga golongan yakni hermeneutika teoritis, hermeneutika filsafat dan hermeneutika kritis. Hermeneutika
teoritis memfokuskan diri pada metodologi bagi ilmu-ilmu kemanusiaan. Pandangan
Schleirmacher mewakili pandangan ini. Hermeneutika filsafat memfokuskan pada
status ontologis makna “memahami” itu sendiri seperti pemikiran Gadamer.
Sedangkan hermeneutika kritis lebih mengarahkan penyelidikannya dengan membuka
selubung-selubung penyebab adanya distorsi dalam pemahaman dan komunikasi yang
berlangsung dalam interaksi kehidupan sehari-hari. Habermas adalah tokoh
hermeneutika kritis. Penulis membagi hermeneutika ke dalam hermeneutika
epistemologis, hermeneutika ontologis, dan hermeneutika kritis
IV. HERMENEUTIKA KRITIS HABERMAS
Hermeneutika Kritis Habermas terutama ditujukan atas pandangan
Hermeneutika Gadamer. Pokok-pokok Hermeneutika Gadamer di antaranya dapat
diuraikan:
- memahami adalah kegiatan memproduksi makna (bukan sekedar kegiatan reproduksi):
- memahami bukanlah metode, tetapi sebagai “memahami keberadaan manusia”: sebagai :”being” (hermeneutika menempati status ontologis);
- Prasangka tidak perlu dihindari, tetapi justru kita memerlukannya. Asal prasangka itu “:benar”. Prasangka tidak selamanya negative (rehabilitasi prasangka);
- Atas rehabilitasi prasangka, ia mengemukakan apa yang disebut sebagai “sejarah efektif: (Wirkungsgesichte): bahwa pemahaman itu merupakan proses kontinuitas sejarah, sehingga bersifat imanen.
- Manusia mampu memahami karena ia mempunyai tradisi (yang di dalamnya terdapat prasangka dan otoritas);
- Melalaui bahasa tradisi berlangsung, bahasa merupakan endapan tradisi, sekaligus sebagai mediasi;
- Lingkaran hermeneutik Gadamer diawali dengan Pra pengertian (for Verstandnis) --- penafsiran ---- pernyataan (penafsiran II). Saya paham = saya mampu merumuskan. Lingkaran hermeneutik bukanlah lingkaran metodis, tetapi lingkaran ontologis.
- Pemahaman tuntas tak pernah terjadi, yang ada hanyalah produksi makna.
- Pengalaman hermeneutis sebagai ‘peleburan cakrawala’ antara cakrawala masa lampau dan cakrawala kini, peleburan antara cakrawala teks dan pembaca sebagai pertemua ontologis.
- Pengalaman hermeneutis sebagai dialog antara teks dan pembaca mempertemukan gagasan 2 orang dengan dua tradisi yang berbeda.
Habermas mengkritik Gadamer, terutama pada:
- kita harus membebaskan diri dari prasangka, karena hermeneutika adalah kompetensi komunikasi yang harus membersihkan diri dari distorsi bahasa.
- Kita harus memisahkan antara pemahaman hermenutik dan pemahaman linguistik
- Kita harus menolak tradisi, karena tradisi mengandung prasangka dan otoritas.
- Hermeneutika bersifat dialogikal, sedangkan ekspresi linguistik adalah monologis.
Seperti juga Gadamer, hermeneutika bagi Habermas bukan
sebuah metode dan kegiatan reproduksi seperti pada Schleirmacher, bukan pula
sebagai “cara keberadaan manusia” Heidegger, atau sekedar pemahaman linguistik,
Langue (gramatika) Gadamer yang lebih
pada rekonstruksi rasional. Tetapi
lebih merupakan ‘seni memahami’. Bagi Habermas, hermeneutika berkenaan dengan
kompetensi komunikatif, pragmatik, parole
(wacana) atau berkenaan dengan refleksi diri. Habermas menilai, historisitas
manusia sebagai sesuatu yang justru mempersempit kekayaan pemahaman manusia..
Bagi Habermas, hermeneutik seharusnya membantu orang membongkar seluruh symbol
yang telah biasa digunakan. Yang dibutuhkan adalah Tiefenhermeneutik (hermeneutik dalam/hermeneutika bawah sadar) yang
berperan dalam menguak distorsi yang sudah tersistematisasikan dalam bahasa sehari-hari.
Pembongkaran symbol-simbol ini masih belum memadai, oleh karenanya Habermas
memperkuat pandangannya dengan gagasan consensus. Yang pada akhirnya menghasilkan
pengetahuan kritis-emansipatori. Klaim universal hermeneutik akan gugur bila
diterapkan pada ilmu-ilmu alam, karena hermeneutik lebih berkenaan dengan
bahasa sehari-hari yang bersifat dialogis,
sedangkan bahasa ilmiah bersifat monologis.
Hermeneutika kritis Habermas ditemui dalam bukunya Knowledge and Human Interest 1972. Teori Kritis dalam pandangan Habermas dapat
dihadapkan dengan teori Tradisional. Teori tradisional disusun dan dibuat
begitu saja selesai, fungsinya hanya afirmatif dan hanya untuk diketahui.
Sedangkan teori kritis tidak melulu mengafirmasi keadaan tetapi juga
mentransformaasikan nilai-nilai emansipatif. Kritik adalah sebuah pemikiran
anti tesis terhadap pemikiran sebelumnya dan mengarah pada segi-segi mana secara
terbatas dari pemikiran terdahulu. Hermeneutika kritis adalah hermenutika
kritik terhadap distori-distorsi bahasa/komunikasi. Komunikasi dapat dimengerti kalau tidak ada distorsi. Habermas
mengkritik Gadamer, apakah segalanya dapat dipahami melalui bahasa. Misalnya,
bagaimana kita memahami cinta: dan alam bawah sadar? Apakah cukup melalui
bahasa.
Untuk memhami hermeneutika Habermas, diawali dengan
konsepnya tentang penjelasan dan
pemahaman. Penjelasan menurut Habermas menuntut penerapan-penerapan
proposisi teoritis terhadap fakta yang terbentuk secara bebas melalui
pengamatan sistematis (Habermas, 1972; 144) Sedangkan pemahaman adalah suatu kegiatan di mana pengalaman dan pengertian
teoritis berpadu menjadi satu. Penjelasan
haruslah berupa penerapan secara
obyektif sesuatu hukum atau teori terhadap fakta,, sedangkan pemahaman
menjadi bagian subyektifnya, sebab pemahaman melibatkan pengalaman interpreter.
Habermas memperingatkan kita, bahwa kita tidak dapat memahami sepenuhnya makna
suatu fakta, selalu makna yang bersifat lebih yang tidak dapat dijangkau oleh
interpretasi, yaitu yang terdapat di dalam hal-hal yang bersifat di luar
pikiran kita.
Pemahaman oleh Habermas dibedakan atas pemahaman monologis dan pemahaman hermeneutick.
Pemahaman monologis adalah pemahaman yang tidak melibatkan hubungan-hubungan faktual
tetapi mencakup bahasa-bahasa ‘murni’ misalnya bahasa symbol. Yang dimaksud monologis adalah jalan pikiran yang terstruktur yang mengikuti sesuatu hukum dengan segala
ketepatan dan keharusannya. Sedangkan pemahaman
hermeneutik adalah pemahaman tentang
makna yang mampu mengartikan hubungan-hubungan symbol sebagai hubungan antar
fakta.
Pemahaman hermeneutik melibatkan 3 kelas ekspresi:
- ekspresi linguistik atau pemahaman monologis
- ekspresi tindakan, ekspresi yang diarahkan pada tujuan akhir, maksud dan ruang lingkup,
- ekspresi pengalaman, sebagai ekspresi non-verbal
Pemahaman hermenutik harus mengintegrasi ketiga kelas ungkapan
kehidupan itu. Dalam setiap hermeneutik akan kita dapati kombinasi antara bahasa, tindakan dan pengalaman.
Pemahaman hermeneutik mempertautkan teori dengan praksis. Obyektivasi pemahaman
hanya mungkin apabila interpreter menjadi partner dalam dialog komunikatif. Ilmu pengetahuan hermeneutik bekerja pada
tindakan komunikatif, analisisnya bersifat dialogis-interaktif, interaksi
antara bahasa, tindakan dengan pengalaman. Bahasa dan pengalaman tidak menjadi
syarat transsendental, oleh karena itu bila kita hendak membuat interpretasi
yang benar dan tepat, kita harus mengupayakan dialog antara bahasa dan pengalaman
di satu sisi dengan tindakan di sisi lain.
Memahami dalam uraian Habermas pada dasarnya membutuhkan dialog.
Proses memahami adalah proses ‘kerjasama’ di mana pesertanya saling menghubungkan
diri satu sama lain secara serentak di lebenswelt.
Lebenswelt mempunyai 3 aspek : aspek obyektif, aspek sosial dan aspek
subyektif.
Aspek obyektif atau dunia objektif adalah totalitas semua entitas atau kebenaran
yang memungkinkan terbentuknya pernyataan-pernyataan yang benar. Jadi,
totalitas yang memungkinkan kita berpikir secara benar tentang semua hal,
termasuk manusia dan binatang. Aspek sosial
adalah totalitas semua hubungan interpersional atau antar pribadi yang dianggap
sah dan teratur. Aspek subjektif
adalah totalitas pengalaman subjek pembicara atau sering juga “duniaku
sendiri”, “pengalamanku sendiri”, dan sebagainya.
Menurut Habermas, ada 4 jenis teori tindakan : tindakan teleologis,
normatif, dramaturgi, komunikatif.
Empat Jenis Tindakan menurut Habermas
No
|
Teleologis
|
Normatif
|
Dramaturgi
|
Komunikatif
|
1
|
Aku dg dunia
Obyektif
kebendaan
|
Orangtua-anak
Obyektif-sosial
|
Penampilan,
Subyektif
obyektif
|
Akal dan
kesadaran
Bertemu dg yg
lain, subyektif-obyektif – social
|
2
|
Aku dg yang lain:
sub-
Ordinasi untuk
mencapai
tujuan
|
Kriteria
Konformitas
Nilai bersama-
Sama
|
Persekongkolan
Actor dg penon-
ton
|
Yang lain sbg Partner,
kpd si-Apa saya biasa
Mengungkapka
|
3
|
Tujuan : sukses
|
Tujuan:
penyampaian
Nilai
|
Tujuan:
estetika, stylistik
|
Tujuan:
pemahaman pd situasi tindakan bersama
|
4
|
Fokus: decision
|
Focus: taat pd
norma
|
Fokus:
penampilan
|
Fokus:
interpretasi
|
5
|
Bahasa : sbg
salah Satu sarana
|
Bhs: medium
untuk menyampaikan nilai or dasar consensus
|
Bhs: Medium
untuk bergaya
|
Bhs: sbg
mekanisme koordinasi tindakan di mana Sincerity, exactnestruthness,
comprehension harus dipenuhi
|
6
|
Tipe komunikasi
unilateral
|
Uni lateral
|
Uni lateral
|
Bilateral
(komunikasi tak ada distorsi, paksaan, pengkondisian, kepentingan dll)
|
7
|
Mekanisme:
egosentris
|
Sesuai dg
nilai-nilai bersama
|
Memperhitungkan
reaksi penonoton
|
Saling mengisi
kesepakatan untuk proposisi
|
8
|
Aturan sudah
ditetapkan
|
Sudah ditetapkan
oleh nilai-nilai bersama
|
Ada, tetapi
selalu terbuka untuk dikembangkan
|
Ada, terbuka
untuk diperdebatkan
|
9
|
Keperhatian,
sampai pd tujuan
|
Penerimaan
nilai-nilai yg disampaikan
|
penampilan
|
Menunda
pencapaian kepen;tingan masing-masing (sampai ditentukan dari dalam)
|
10
|
Lingkup publik
dan privat
|
Publik
|
Publik dan
panggung
|
Lebenswelt,
publik, privat
|
11
|
Kriteria
keberhasilan dapat dipahami meyakinkan
|
Ketepatan
normatif (afektif)
|
Ketulusan/kejujuran
penafsiran
|
SINCERITY,
EXACTNESS, TRUTHNESS, COMPREHENSION
|
Jika dihubungkan dengan empat konsep tentang tindakan, maka
pemahaman menjadi sangat eksperiensial, yaitu:
- Dalam hubungannya dengan tindakan teleologis, pemahaman menggambarkan tujuan, yaitu bahwa setiap tindakan manusia mempunyai tujuannya sendiri.
- Dalam hubungannya dengan tindakan ormatif, pemahaman menandai hal-hal yang bersifat normatif, seperti misalnya : semua pengendara menghentikan kendaraannya pada saat traffic light menunjukkan warna merah.
- Dalam hubungannya dengan tindakan dramaturgis, pemahaman dapat ditunjukkan dengan cara misalnya kita berpura-pura melakukan sesuatu tindakan yang lain pada saat kita secara tiba-tiba berpapasan dengan orang yang tidak kita sukai.
- Dalam hubungannya dengan tindakan komunikatif, pemahaman merupakan suatu peristiwa perhubungan bahasa dalam kaitan ruang dan waktu. Pemahaman ini terjadi dalam lebenswelt atau sisi transendetal dimana pembicara dan pendengarnya bertemu satu sama lain. Jadi, lebenswelt merupakan dunia pemahaman atau dunia di mana akal dan kesadaran kita bertemu dengan akal dan kesadaran orang lain secara timbal balik dalam konteks sosial.
Jika kita berbicara tentang pemahaman dalam konteks sosial atau social understanding, kita mempunyai
tiga macam pendekatannya, yaitu: pendekatan fenomenologis, linguistik dan
hermeneutik..
Pendekatan fenomenologis mengarahkan kita kepada pengamatan terhadap ketentuan pengalaman dalam
kehidupan sehari-hari. Titik tolak atau dasar dari pendekatan fenomenologis ini
adalah inter-subjektivitas pengalaman, seperti misalnya erlebnis (pengalaman hidup) dalam dimensi social. Pengalaman
komunikatif bersumber pada konteks interaksi dimana terdapat sekurang-kurangnya
dua subjek yang berhubungan satu sama lain di dalam kerangka intersubjektivitas
penggunaan bahasa. Sebab, di dalam hubungan antar subjek melalui bahasa itu
terdapat dua subjek yang “hadir” dan kehadiran ini menimbulkan kesepakatan
makna di antara keduanya.
Pendekatan linguistik memusatkan diri pada permainan bahasa atau language games yang
menentukan bentuk-bentuk bahasa. Pendekatan ini mengarahkan kita pada aturan-
aturan gramatika dari interaksi yang diatur dalam bentuk symbol-simbol. Dalam
pendekatan ini kita memperoleh pemahaman melalui penggunaan bahasa, sebab hanya
dengan melalui pemahaman semacam ini kita dapat melakukan tindakan tertentu.
Jadi untuk mengerti atau memahami, kita harus mempelajari sesuatu dalam
term-term praktis.
Pendekatan hermeneutik mengandaikan adanya aturan-aturan linguistik transendental pada
tindakan komunikatif, sebab akal pikiran atau penalaran sifatnya melebihi
bahasa. Pemahaman hermeneutik mempunyai tiga momentum, yaitu:
- Pengetahuan praktis yang reflektif mengarahkan kita kepada pengetahuan tentang diri sendiri, sebab dengan melihat dimensi social kita melihat diri kita sendiri. Untuk itu kita harus mampu membaurkan diri ke dalam masyarakat.
- Pemahaman hermeneutik memerlukan penghayatan dan bila dihubungkan dengan “kerja” akan membawa kita ke tindakan nyata atau praxis atau perpaduan antara pengetahuan dan bentuknya.
- Pemahaman hermeneutik sifatnya global, yaitu mengandaikan adanya tujuan khusus dan pemahaman ini dapat ditentukan secaran independent atau bebas dengan maksud untuk mencapai perealisasiannya. Melalui tindakan komunikatif, pemahaman hermeneutik mempunyai bentuknya yang hidup, yaitu kehidupan sosial.
V. KOMUNIKASI HERMENEUTIS
Di seluruh perguruan tinggi di Indonesia,Ilmu komunikasi sudah ‘given’
dimasukkan ke dalam rumpun ilmu-ilmu social. Pada perkembangan baru, kalau kita
mebicarakan komunikasi dari sisi filosofi, komunikasi ‘diseret’ untuk memasuki
hakekat kemanusiaan.
Komunikasi dalam ilmu-ilmu kemanusiaan merupakan sesuatu yang idiografis,
ketimbang sesuatu yang nomotetis yang kita kenal dalam ilmu-ilmu social.
Komunikasi hermeneutis mencoba membahas komunikasi dari sisi ini.
Komunikasi hermeneutis adalah komunikasi antar persona via bahasa-teks yang
berlangsung dalam lebenswelt. Lebsnwelt
adalah sisi transcendental di mana pembicara/pengarang dan pendengarnya bertemu
satu sama lain. Dunia lebenswelt adalah dunia dimana akal dan kesadaran kita
bertemu dengan akal dan kesadarn orang lain secara timbal balik dalam konteks
social.
Komunikasi hermeneutis adalah ‘tiefen
kommunikativen’ adalah komunikasi mendalam.Walaupun asal muasalnya dari
‘ilmu’ hermeneutika, tetapi bisa diterapkan pada komunikasi antar persona.
Terutama dapat diterapkan pada terapi (therapeutic
Commmnication). Ada
3 prasyarat untuk melakukan komunikasi hermeneutis :
a. inter-subyektif
pengalaman/fenomenologis.
b.
languages-games
c. pendekatan
psikoanalisis
Keberhasilan komunikasi tidak diukur dari sisi efektifitas yang
sering kita kenal dalam komunikasi rumpun ilmu-ilmu social. Keberhasilan
komunikasi terletak pada ‘saling pemahaman kedua belah pihak’ yang didalamnya
terkandung nilai, sincerity, exactness, truthness, dan comprehension. Output
nya berupa emansipatoris, terbebas dari dominasi, distorsi.
Tindakan sosial yang tidak menghasilkan saling pemahaman dianggap
oleh Habermas sebagai tindakan instrumental dan strategis atau tindakan
rasional bertujuan.. Tindakan komunikasi adalah suatu interaksi simbolik, ia
merupakan bagian dari interaksi social yang bersifat genuine. Karena orientasinya saling paham. Meminjam istilah
Habermas paraksis manusia (interaksi sosial) adalah terdiri dari kerja dan
komunikasi. Kerja disamakan dengan tindakan rasional bertujuan dan komunikasi sebagai interaksi simbolik..
kedua jenis praksis dapat digambarkan pada matriks di bawah ini :
No
|
Unsur \ praksis---à
|
Interaksi simbolik
(komunikasi)
|
Kerja
|
1
|
Aturan-aturan
yang mengorientasikan tindakan
|
Norma-norma social
|
Aturan-aturan
teknis
|
2
|
Taraf definisi
|
Bahasa
sehari-hari yang dilaksanakan secara inter-subyektif
|
Bahasa yang
bebas konteks
|
3
|
Mekanisme-mekanisme
kemahiran
|
Internalisasi
peran
|
Mempelajari
keahlian-keahlian dan kecakapan-kecakapan
|
4
|
Fungsi macam
tindakan
|
Pemeliharaan
pranata-pranata
|
Pemecahan
masalah
|
5
|
Sanksi terhadap
pelanggaran aturan
|
Hukuman atas
dasar sanksi konvensional: kegagalan melawan otoritas
|
Ketidaksusesan:
kegagalan dalam kenyataan
|
6
|
Rasionalisasi
|
Emansipasi,
individuasi, perluasan komunikasi bebas dari penguasaan
|
Perkembangan
kekuatan-kekuatan produksi; perluasan kekuasaan control teknis.
|
DAFTAR PUSTAKA
Habermas, Jurgen; Knowledge and Human Interest, Boston,
Beacon Press, 1972.
------------, The Theory of Communicative Action, MIT Press, Massachusetts, 1981.
Hekman, Susan J. Hermeneutics and The Sociology of Knowledge, Oxford, 1986.
Sumaryono E, Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat, Kanisius, Jogyakarta, 1993.
Sutrisno, Mudji, “Catatan Kuliah Kritik Ideologi” (tidak diterbitkan), 1997.
Verhaak C., ALIRAN HERMENEUTIK, Dalam bunga
rampai Buku “PARA FILSUF
PENENTU
GERAK ZAMAN (Mudji Sutrisno dan F. Budi Hardiman (eds).
Bertens K, “Filsafat Barat Abad XX, gramedia, 1981
Budi hardiman, Fransisco; Kritik Ideologi, kanisius, Yogyakarta, 1990.
Saenong, Ilham; Hermeneutika Pembebasan, Penerbit teraju, Jakarta, 2002
Mispan Indarjo, ‘Gambaran Pengalaman
Hermeneutik Hans Georg Gadamer”, dalam
Jurnal
Filsafat Driyarakara, No 2/XX, 2001
Deddy N Mulyana, “Nuansa-Nuansa Komunikasi, Rosdakarya, 2004
…………………… “ Ilmu Komunikasi”, Rosdakarya, 2003
Ibrahim, Idi Subandi ; Sirnanya Komunikasi Empatik, Pustaka Bani Quraisy, Bandung,
2004
Keane, John “
The Humbling of The Intelectuals, Public Life in the Era of
Communicative Abundance”, dalam Times Literacy
Supplement, 28
Agustus 1998.
Rogers, Carl;
Client Centered Therapy: Its Current Practice, Implication ana Theory,
Boston Houghton Mifflin, 1951.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar