Kategori

Kamis, 22 Mei 2014

HERMENEUTIKA KOMUNIKASI



I. PENDAHULUAN

Begitu bayi lahir di dunia, ia menangis. Tangis bayi inilah sesungguhnya awal praksis komunikasi manusia di dunia. Kelahiran komunikasi melekat pada kelahiran jabang bayi. Ia melekat tak dapat terpisahkan dari jati diri manusia. Kemudian ia menjadi praksis kultural yang amat penting.
Komunikasi hadir di mana-mana dalam setiap ruang dan waktu (omnipresent). Semua masalah tak dapat diselesaikan tanpa komunikasi, betapapun komunikasi bukan satu-satunya jalan. Komunikasi melekat dalam dimensi kesosialan manusia, maka manusia yang ‘gagap komunikasi’ tentu gagap sosial juga.
            Komunikasi sebagai sebuah seni, tidak hanya berlangsung dalam relasi imanensi melainkan ia hadir juga dalam relasi transendensi. Proses Komunikasi tidak hanya menghasilkan efek afeksi, psikomotorik, dan konatif. Dalam kacamatan filosofis ia juga mampu menghasilkan sesuatu yang reflektif. Pada tataran ilmu komunikasi, komunikasi hanya dapat berlangsung dalam relasi 2 orang, pada tataran filosofis komunikasi bisa berlangsung pada diri sendiri. AKU berdialog dengan DIRIKU yang disebut inside communication atau inlook communication. Proses inside communication yang intensif akan menghasilkan refleksi psikologis dan filosofis berupa kesadaran diri dan insight. Komunikasi jenis ini tidak masuk dalam kategori verbal dan verbal, atau langsung tak langsung yang kita kenal dalam ilmu komunikasi.
Pada tataran religius, komunikasi mampu merasuk ke dalam nuansa adi kodrati yang kita kenal dengan komunikasi transendensi. Hasil dari proses komunikasi ini bila dilakukan dengan intensif dan penuh dengan keikhlasan akan menghasilkan kesadaran religius.

Beberapa uraian di atas mencoba mengajak pembaca untuk pelan-pelan memasuki dunia metaempiris dan metateori. Para ahli ilmu komunikasi sering hanya berkutat dengan sesuatu yang empiris, imanensi, praktis-pragmatis dan teoritis, bahkan dramaturgis. Komunikasi tidak hanya melahirkan segregasi subyek-obyek yakni komunikator-komunikan, tetapi juga subyek-subyek, subyek-metasubyek, bahkan subyek dengan teks.. Komunikasi berlangsung tidak hanya antara orang yang satu dengan orang (orang-orang) yang lain, melainkan dapat juga berlangsung antara subyek dengan batin dari si subyek, dapat berlangsung pada orang dengan sesuatu yang adi kodrati, bahkan dapat berdialog dengan orang lain via teks (Komunikasi hermeneutis). Komunikasi dapat berlangsung aktif-aktif, tapi juga dapat aktif-pasif.

Betapa komunikasi itu amat penting dalam praksis kehidupan manusia sehingga Habermas menyatakan bahwa praksis tidak hanya kerja seperti yang dikatakan Karl Marx, melainkan kerja dan komunikasi. Habermas merupakan salah satu tokoh yang amat penting lahirnya Filsafat Komunikasi. Kalau kita membicarakan filsafat komunikasi tentu saja pemikiran Habermas tak mungkin kita lewatkan begitu saja. Dan tulisan ini diilhami pemikiran filsafat Habermas. Komunikasi dalam pemikiran Habermas, tidak melulu menghasilkan ‘kesamaan’, melainkan harus menghasilkan apa yang disebut sincerity, exactness, truthness, and comprehension.
Pemikiran Habermas sangat relevan dikemukakan di sini dan pada jaman kini, jaman yang oleh John Keane disebut sebagai jaman “keberlimpahan komunikasi” (Communicative Abundance). Ironisnya, pada saat keberlimpahan komunikasi justru terjadi distorsi komunikasi di mana-mana. Orang cenderung banyak bicara, tetapi miskin makna. Orang-orang telah terjangkiti ‘penyakit’ banyak bicara, tetapi susah mendengarkan. Mengutip pendapat Jalaludin Rumi, “belajarlah bicara dengan mendengarkan”. Mendengar yang baik adalah awal komunikasi insani. Menyitir kata-kata Idi Ibrahim, “kita harus lebih dahulu memahami orang lain untuk menghasilkan komunikasi empatik” yang didalamnya mengandung nilai memahami, kepedulian, penghargaan, dan perhatian terhadap orang lain. Carl Rogers sudah sejak lama memprihatinkan bahwa kita cenderung (lebih dulu) menghakimi, menilai, menyetujui atau membantah pernyataan orang lain ataupun pernyataan kelompok dalam berkomunikasi. “Prejudice’ dan distorsi seperti ini sesungguhnya yang mau dibersihkan oleh Habermas melalui Hermeneutika kritisnya yang didalamnya mengandung kompetensi komunikasi.

II. BIOGRAFI HABERMAS

Jurgen Habermas adalah salah satu filsuf dalam kelompok Mazhab Frankfurt bersama-sama dengan Adorno, Marcuse, Horkeimer. Ia dilahirkan di kota Gottingen, Jerman. Habermas adalah salah satu pencetus Teori Kritis atau Filsafat kritis yang merupakan salah satu aliran utama filsafat abad XX disamping fenomenologi dan filsafat analitis. Latar belakang pendidikannya adalah kesusastraan jerman, filsafat, psikologi dan ekonomi. Ia memperoileh gelar Doktor bidang filsafat tahun 1954 dengan disertasi “Das Absolute und die Gesichte (Yang Absolute dan Sejarah). Buku-buku yang ditulisnya antara lain “ Knowledge and Human interest” (1971), Toward a rational society (1971), Theory and Practice (1974), Communication and the Evolution of Society (1979), Between Facts and Norms (1980), Theory of Commnuicative Action (1981).

III. PENGERTIAN HERMENEUTIKA

Kata hermeneutika berasal dari kata kerja Yunani hermeneuin : mengartikan, menginterpretasikan, menafsirkan, menterjemahkan. Istilah hermeneutika sering dihubungkan dengan Hermes seorang dewa dalam mitologi Yunani kuno yang bertugas menyampaikan dan menerjemahkan pesan dewata yang masih samar-samar ke dalam bahasa yang bias dipahami manusia. Pada abad 17 dan 18 istilah ini dipakai untuk menunjukkankan ajaran tentang aturan-aturan yang harus diikuti dalam mengerti dan menafsirkan dengan tepat suatu teks dari masa lampau, khususnya Kitab Suci dan teks-teks klasik Yunani dan Romawi (Exegesis). Hermeneutika adalah Filsafat Mengerti (verstehen).
J. Bleicher membedakan hermeneutika dalam tiga golongan yakni hermeneutika teoritis, hermeneutika filsafat dan hermeneutika kritis. Hermeneutika teoritis memfokuskan diri pada metodologi bagi ilmu-ilmu kemanusiaan. Pandangan Schleirmacher mewakili pandangan ini. Hermeneutika filsafat memfokuskan pada status ontologis makna “memahami” itu sendiri seperti pemikiran Gadamer. Sedangkan hermeneutika kritis lebih mengarahkan penyelidikannya dengan membuka selubung-selubung penyebab adanya distorsi dalam pemahaman dan komunikasi yang berlangsung dalam interaksi kehidupan sehari-hari. Habermas adalah tokoh hermeneutika kritis. Penulis membagi hermeneutika ke dalam hermeneutika epistemologis, hermeneutika ontologis, dan hermeneutika kritis

IV. HERMENEUTIKA KRITIS HABERMAS

Hermeneutika Kritis Habermas terutama ditujukan atas pandangan Hermeneutika Gadamer. Pokok-pokok Hermeneutika Gadamer di antaranya dapat diuraikan:

  1. memahami adalah kegiatan memproduksi makna (bukan sekedar kegiatan reproduksi):
  2. memahami bukanlah metode, tetapi sebagai “memahami keberadaan manusia”: sebagai :”being” (hermeneutika menempati status ontologis);
  3. Prasangka tidak perlu dihindari, tetapi justru kita memerlukannya. Asal prasangka itu “:benar”. Prasangka tidak selamanya negative (rehabilitasi prasangka);
  4. Atas rehabilitasi prasangka, ia mengemukakan apa yang disebut sebagai “sejarah efektif: (Wirkungsgesichte): bahwa pemahaman itu merupakan proses kontinuitas sejarah, sehingga bersifat imanen.
  5. Manusia mampu memahami karena ia mempunyai tradisi (yang di dalamnya terdapat prasangka dan otoritas);
  6. Melalaui bahasa tradisi berlangsung, bahasa merupakan endapan tradisi, sekaligus sebagai mediasi;
  7. Lingkaran hermeneutik Gadamer diawali dengan Pra pengertian (for Verstandnis) --- penafsiran ---- pernyataan (penafsiran II). Saya paham = saya mampu merumuskan. Lingkaran hermeneutik bukanlah lingkaran metodis, tetapi lingkaran ontologis.
  8. Pemahaman tuntas tak pernah terjadi, yang ada hanyalah produksi makna.
  9. Pengalaman hermeneutis sebagai ‘peleburan cakrawala’ antara cakrawala masa lampau dan cakrawala kini, peleburan antara cakrawala teks dan pembaca sebagai pertemua ontologis.
  10. Pengalaman hermeneutis sebagai dialog antara teks dan pembaca mempertemukan gagasan 2 orang dengan dua tradisi yang berbeda.
Habermas mengkritik Gadamer, terutama pada:
  1. kita harus membebaskan diri dari prasangka, karena hermeneutika adalah kompetensi komunikasi yang harus membersihkan diri dari distorsi bahasa.
  2. Kita harus memisahkan antara pemahaman hermenutik dan pemahaman linguistik
  3. Kita harus menolak tradisi, karena tradisi mengandung prasangka dan otoritas.
  4. Hermeneutika bersifat dialogikal, sedangkan ekspresi linguistik adalah monologis.
Seperti juga Gadamer, hermeneutika bagi Habermas bukan sebuah metode dan kegiatan reproduksi seperti pada Schleirmacher, bukan pula sebagai “cara keberadaan manusia” Heidegger, atau sekedar pemahaman linguistik, Langue (gramatika) Gadamer yang lebih pada rekonstruksi rasional. Tetapi lebih merupakan ‘seni memahami’. Bagi Habermas, hermeneutika berkenaan dengan kompetensi komunikatif, pragmatik, parole (wacana) atau berkenaan dengan refleksi diri. Habermas menilai, historisitas manusia sebagai sesuatu yang justru mempersempit kekayaan pemahaman manusia.. Bagi Habermas, hermeneutik seharusnya membantu orang membongkar seluruh symbol yang telah biasa digunakan. Yang dibutuhkan adalah Tiefenhermeneutik (hermeneutik dalam/hermeneutika bawah sadar) yang berperan dalam menguak distorsi yang sudah tersistematisasikan dalam bahasa sehari-hari. Pembongkaran symbol-simbol ini masih belum memadai, oleh karenanya Habermas memperkuat pandangannya dengan gagasan consensus. Yang pada akhirnya menghasilkan pengetahuan kritis-emansipatori. Klaim universal hermeneutik akan gugur bila diterapkan pada ilmu-ilmu alam, karena hermeneutik lebih berkenaan dengan bahasa sehari-hari yang bersifat dialogis, sedangkan bahasa ilmiah bersifat monologis.

Hermeneutika kritis Habermas ditemui dalam bukunya Knowledge and Human Interest 1972. Teori Kritis dalam pandangan Habermas dapat dihadapkan dengan teori Tradisional. Teori tradisional disusun dan dibuat begitu saja selesai, fungsinya hanya afirmatif dan hanya untuk diketahui. Sedangkan teori kritis tidak melulu mengafirmasi keadaan tetapi juga mentransformaasikan nilai-nilai emansipatif. Kritik adalah sebuah pemikiran anti tesis terhadap pemikiran sebelumnya dan mengarah pada segi-segi mana secara terbatas dari pemikiran terdahulu. Hermeneutika kritis adalah hermenutika kritik terhadap distori-distorsi bahasa/komunikasi. Komunikasi dapat dimengerti kalau tidak ada distorsi. Habermas mengkritik Gadamer, apakah segalanya dapat dipahami melalui bahasa. Misalnya, bagaimana kita memahami cinta: dan alam bawah sadar? Apakah cukup melalui bahasa.

Untuk memhami hermeneutika Habermas, diawali dengan konsepnya tentang penjelasan dan pemahaman. Penjelasan menurut Habermas menuntut penerapan-penerapan proposisi teoritis terhadap fakta yang terbentuk secara bebas melalui pengamatan sistematis (Habermas, 1972; 144) Sedangkan pemahaman adalah suatu kegiatan di mana pengalaman dan pengertian teoritis berpadu menjadi satu. Penjelasan haruslah berupa penerapan secara obyektif sesuatu hukum atau teori terhadap fakta,, sedangkan pemahaman menjadi bagian subyektifnya, sebab pemahaman melibatkan pengalaman interpreter. Habermas memperingatkan kita, bahwa kita tidak dapat memahami sepenuhnya makna suatu fakta, selalu makna yang bersifat lebih yang tidak dapat dijangkau oleh interpretasi, yaitu yang terdapat di dalam hal-hal yang bersifat di luar pikiran kita.

Pemahaman oleh Habermas dibedakan atas pemahaman monologis dan pemahaman hermeneutick. Pemahaman monologis adalah pemahaman yang tidak melibatkan hubungan-hubungan faktual tetapi mencakup bahasa-bahasa ‘murni’ misalnya bahasa symbol. Yang dimaksud monologis adalah jalan pikiran yang terstruktur yang mengikuti sesuatu hukum dengan segala ketepatan dan keharusannya. Sedangkan pemahaman hermeneutik adalah pemahaman tentang makna yang mampu mengartikan hubungan-hubungan symbol sebagai hubungan antar fakta.

Pemahaman hermeneutik melibatkan 3 kelas ekspresi:

    1. ekspresi linguistik atau pemahaman monologis
    2. ekspresi tindakan, ekspresi yang diarahkan pada tujuan akhir, maksud dan ruang lingkup,
    3. ekspresi pengalaman, sebagai ekspresi non-verbal
Pemahaman hermenutik harus mengintegrasi ketiga kelas ungkapan kehidupan itu. Dalam setiap hermeneutik akan kita dapati kombinasi antara bahasa, tindakan dan pengalaman. Pemahaman hermeneutik mempertautkan teori dengan praksis. Obyektivasi pemahaman hanya mungkin apabila interpreter menjadi partner dalam dialog komunikatif. Ilmu pengetahuan hermeneutik bekerja pada tindakan komunikatif, analisisnya bersifat dialogis-interaktif, interaksi antara bahasa, tindakan dengan pengalaman. Bahasa dan pengalaman tidak menjadi syarat transsendental, oleh karena itu bila kita hendak membuat interpretasi yang benar dan tepat, kita harus mengupayakan dialog antara bahasa dan pengalaman di satu sisi dengan tindakan di sisi lain.

Memahami dalam uraian Habermas pada dasarnya membutuhkan dialog. Proses memahami adalah proses ‘kerjasama’ di mana pesertanya saling menghubungkan diri satu sama lain secara serentak di lebenswelt. Lebenswelt mempunyai 3 aspek : aspek obyektif, aspek sosial dan aspek subyektif.

Aspek obyektif atau dunia objektif adalah totalitas semua entitas atau kebenaran yang memungkinkan terbentuknya pernyataan-pernyataan yang benar. Jadi, totalitas yang memungkinkan kita berpikir secara benar tentang semua hal, termasuk manusia dan binatang. Aspek sosial adalah totalitas semua hubungan interpersional atau antar pribadi yang dianggap sah dan teratur. Aspek subjektif adalah totalitas pengalaman subjek pembicara atau sering juga “duniaku sendiri”, “pengalamanku sendiri”, dan sebagainya.


Menurut Habermas, ada 4 jenis teori tindakan : tindakan teleologis, normatif, dramaturgi, komunikatif.

Empat Jenis Tindakan menurut Habermas

No
Teleologis
Normatif
Dramaturgi
Komunikatif
1
Aku dg dunia
Obyektif kebendaan
Orangtua-anak
Obyektif-sosial
Penampilan,
Subyektif obyektif
Akal dan kesadaran
Bertemu dg yg lain, subyektif-obyektif – social
2
Aku dg yang lain: sub-
Ordinasi untuk mencapai
tujuan
Kriteria Konformitas
Nilai bersama-
Sama
Persekongkolan
Actor dg penon-
ton
Yang lain sbg Partner, kpd si-Apa saya biasa
Mengungkapka
3
Tujuan : sukses
Tujuan: penyampaian
Nilai
Tujuan: estetika, stylistik
Tujuan: pemahaman pd situasi tindakan bersama
4
Fokus: decision
Focus: taat pd norma
Fokus: penampilan
Fokus: interpretasi
5
Bahasa : sbg salah Satu sarana
Bhs: medium untuk menyampaikan nilai or dasar consensus
Bhs: Medium untuk bergaya
Bhs: sbg mekanisme koordinasi tindakan di mana Sincerity, exactnestruthness, comprehension harus dipenuhi
6
Tipe komunikasi unilateral
Uni lateral
Uni lateral
Bilateral (komunikasi tak ada distorsi, paksaan, pengkondisian, kepentingan dll)
7
Mekanisme: egosentris
Sesuai dg nilai-nilai bersama
Memperhitungkan reaksi penonoton
Saling mengisi kesepakatan untuk proposisi
8
Aturan sudah ditetapkan
Sudah ditetapkan oleh nilai-nilai bersama
Ada, tetapi selalu terbuka untuk dikembangkan
Ada, terbuka untuk diperdebatkan
9
Keperhatian, sampai pd tujuan
Penerimaan nilai-nilai yg disampaikan
penampilan
Menunda pencapaian kepen;tingan masing-masing (sampai ditentukan dari dalam)
10
Lingkup publik dan privat
Publik
Publik dan panggung
Lebenswelt, publik, privat
11
Kriteria keberhasilan dapat dipahami meyakinkan
Ketepatan normatif (afektif)
Ketulusan/kejujuran penafsiran
SINCERITY, EXACTNESS, TRUTHNESS, COMPREHENSION
 
Jika dihubungkan dengan empat konsep tentang tindakan, maka pemahaman menjadi sangat eksperiensial, yaitu:

  1. Dalam hubungannya dengan tindakan teleologis, pemahaman menggambarkan tujuan, yaitu bahwa setiap tindakan manusia mempunyai tujuannya sendiri.
  2. Dalam hubungannya dengan tindakan ormatif, pemahaman menandai hal-hal yang bersifat normatif, seperti misalnya : semua pengendara menghentikan kendaraannya pada saat traffic light menunjukkan warna merah.
  3. Dalam hubungannya dengan tindakan dramaturgis, pemahaman dapat ditunjukkan dengan cara misalnya kita berpura-pura melakukan sesuatu tindakan yang lain pada saat kita secara tiba-tiba berpapasan dengan orang yang tidak kita sukai.
  4. Dalam hubungannya dengan tindakan komunikatif, pemahaman merupakan suatu peristiwa perhubungan bahasa dalam kaitan ruang dan waktu. Pemahaman ini terjadi dalam lebenswelt atau sisi transendetal dimana pembicara dan pendengarnya bertemu satu sama lain. Jadi, lebenswelt merupakan dunia pemahaman atau dunia di mana akal dan kesadaran kita bertemu dengan akal dan kesadaran orang lain secara timbal balik dalam konteks sosial.
Jika kita berbicara tentang pemahaman dalam konteks sosial atau social understanding, kita mempunyai tiga macam pendekatannya, yaitu: pendekatan fenomenologis, linguistik dan hermeneutik..
Pendekatan fenomenologis mengarahkan kita kepada pengamatan terhadap ketentuan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Titik tolak atau dasar dari pendekatan fenomenologis ini adalah inter-subjektivitas pengalaman, seperti misalnya erlebnis (pengalaman hidup) dalam dimensi social. Pengalaman komunikatif bersumber pada konteks interaksi dimana terdapat sekurang-kurangnya dua subjek yang berhubungan satu sama lain di dalam kerangka intersubjektivitas penggunaan bahasa. Sebab, di dalam hubungan antar subjek melalui bahasa itu terdapat dua subjek yang “hadir” dan kehadiran ini menimbulkan kesepakatan makna di antara keduanya.
Pendekatan linguistik memusatkan diri pada permainan bahasa atau language games yang menentukan bentuk-bentuk bahasa. Pendekatan ini mengarahkan kita pada aturan- aturan gramatika dari interaksi yang diatur dalam bentuk symbol-simbol. Dalam pendekatan ini kita memperoleh pemahaman melalui penggunaan bahasa, sebab hanya dengan melalui pemahaman semacam ini kita dapat melakukan tindakan tertentu. Jadi untuk mengerti atau memahami, kita harus mempelajari sesuatu dalam term-term praktis.

Pendekatan hermeneutik mengandaikan adanya aturan-aturan linguistik transendental pada tindakan komunikatif, sebab akal pikiran atau penalaran sifatnya melebihi bahasa. Pemahaman hermeneutik mempunyai tiga momentum, yaitu:

  1. Pengetahuan praktis yang reflektif mengarahkan kita kepada pengetahuan tentang diri sendiri, sebab dengan melihat dimensi social kita melihat diri kita sendiri. Untuk itu kita harus mampu membaurkan diri ke dalam masyarakat.
  2. Pemahaman hermeneutik memerlukan penghayatan dan bila dihubungkan dengan “kerja” akan membawa kita ke tindakan nyata atau praxis atau perpaduan antara pengetahuan dan bentuknya.
  3. Pemahaman hermeneutik sifatnya global, yaitu mengandaikan adanya tujuan khusus dan pemahaman ini dapat ditentukan secaran independent atau bebas dengan maksud untuk mencapai perealisasiannya. Melalui tindakan komunikatif, pemahaman hermeneutik mempunyai bentuknya yang hidup, yaitu kehidupan sosial.
V. KOMUNIKASI HERMENEUTIS

Di seluruh perguruan tinggi di Indonesia,Ilmu komunikasi sudah ‘given’ dimasukkan ke dalam rumpun ilmu-ilmu social. Pada perkembangan baru, kalau kita mebicarakan komunikasi dari sisi filosofi, komunikasi ‘diseret’ untuk memasuki hakekat kemanusiaan.
Komunikasi dalam ilmu-ilmu kemanusiaan merupakan sesuatu yang idiografis, ketimbang sesuatu yang nomotetis yang kita kenal dalam ilmu-ilmu social.
Komunikasi hermeneutis mencoba membahas komunikasi dari sisi ini. Komunikasi hermeneutis adalah komunikasi antar persona via bahasa-teks yang berlangsung dalam lebenswelt. Lebsnwelt adalah sisi transcendental di mana pembicara/pengarang dan pendengarnya bertemu satu sama lain. Dunia lebenswelt adalah dunia dimana akal dan kesadaran kita bertemu dengan akal dan kesadarn orang lain secara timbal balik dalam konteks social.
Komunikasi hermeneutis adalah ‘tiefen kommunikativen’ adalah komunikasi mendalam.Walaupun asal muasalnya dari ‘ilmu’ hermeneutika, tetapi bisa diterapkan pada komunikasi antar persona. Terutama dapat diterapkan pada terapi (therapeutic Commmnication). Ada 3 prasyarat untuk melakukan komunikasi hermeneutis :

a. inter-subyektif pengalaman/fenomenologis.
b. languages-games
c. pendekatan psikoanalisis

Keberhasilan komunikasi tidak diukur dari sisi efektifitas yang sering kita kenal dalam komunikasi rumpun ilmu-ilmu social. Keberhasilan komunikasi terletak pada ‘saling pemahaman kedua belah pihak’ yang didalamnya terkandung nilai, sincerity, exactness, truthness, dan comprehension. Output nya berupa emansipatoris, terbebas dari dominasi, distorsi.
Tindakan sosial yang tidak menghasilkan saling pemahaman dianggap oleh Habermas sebagai tindakan instrumental dan strategis atau tindakan rasional bertujuan.. Tindakan komunikasi adalah suatu interaksi simbolik, ia merupakan bagian dari interaksi social yang bersifat genuine. Karena orientasinya saling paham. Meminjam istilah Habermas paraksis manusia (interaksi sosial) adalah terdiri dari kerja dan komunikasi. Kerja disamakan dengan tindakan rasional bertujuan dan komunikasi sebagai interaksi simbolik.. kedua jenis praksis dapat digambarkan pada matriks di bawah ini :

No
Unsur \ praksis---à
Interaksi simbolik
(komunikasi)
Kerja

1
Aturan-aturan yang mengorientasikan tindakan
Norma-norma social
Aturan-aturan teknis
2
Taraf definisi
Bahasa sehari-hari yang dilaksanakan secara inter-subyektif
Bahasa yang bebas konteks
3
Mekanisme-mekanisme kemahiran
Internalisasi peran
Mempelajari keahlian-keahlian dan kecakapan-kecakapan
4
Fungsi macam tindakan
Pemeliharaan pranata-pranata
Pemecahan masalah
5
Sanksi terhadap pelanggaran aturan
Hukuman atas dasar sanksi konvensional: kegagalan melawan otoritas
Ketidaksusesan: kegagalan dalam kenyataan
6
Rasionalisasi
Emansipasi, individuasi, perluasan komunikasi bebas dari penguasaan
Perkembangan kekuatan-kekuatan produksi; perluasan kekuasaan control teknis.


DAFTAR PUSTAKA

Habermas, Jurgen; Knowledge and Human Interest, Boston, Beacon Press, 1972.
------------, The Theory of Communicative Action, MIT Press, Massachusetts, 1981.
Hekman, Susan J. Hermeneutics and The Sociology of Knowledge, Oxford, 1986.
Sumaryono E, Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat, Kanisius, Jogyakarta, 1993.
Sutrisno, Mudji, “Catatan Kuliah Kritik Ideologi” (tidak diterbitkan), 1997.
Verhaak C., ALIRAN HERMENEUTIK, Dalam bunga rampai Buku “PARA FILSUF
 PENENTU GERAK ZAMAN (Mudji Sutrisno dan F. Budi Hardiman (eds).
Bertens K, “Filsafat Barat Abad XX, gramedia, 1981
Budi hardiman, Fransisco; Kritik Ideologi, kanisius, Yogyakarta, 1990.
Saenong, Ilham; Hermeneutika Pembebasan, Penerbit teraju, Jakarta, 2002
Mispan Indarjo, ‘Gambaran Pengalaman Hermeneutik Hans Georg Gadamer”, dalam
 Jurnal Filsafat Driyarakara, No 2/XX, 2001
Deddy N Mulyana, “Nuansa-Nuansa Komunikasi, Rosdakarya, 2004
…………………… “ Ilmu Komunikasi”, Rosdakarya, 2003
Ibrahim, Idi Subandi ; Sirnanya Komunikasi Empatik, Pustaka Bani Quraisy, Bandung,
 2004
Keane, John “ The Humbling of The Intelectuals, Public Life in the Era of
 Communicative Abundance”, dalam Times Literacy Supplement, 28
 Agustus 1998.
Rogers, Carl; Client Centered Therapy: Its Current Practice, Implication ana Theory,
 Boston Houghton Mifflin, 1951.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar