Kategori

Senin, 09 Juni 2014

DARI INTERAKSIONAL SIMBOLIK KE TEORI DRAMATURGIS

Pengantar :
Filsafat Instrumentalisme John Dewey

Sebetulnya, teori interaksionis simbolik ini berakar pada filsafat pragmatisme  atau instrumentalisme John Dewey. Filsafat instrumentalisme berlandaskan pada suatu teori pengenalan yang tidak memahami pikiran manusia  sebagai fotocopy atau pencerminan dunia luar, melainkan sebagai hasil aktifitas manusia sendiri. Manusia terlibat aktif dalam proses pengenalan. Ia menghadapkan kesadarannya pada hal-hal yang diluar. Apa arti mereka, bagaimana memahami mereka,  apa yang harus dibuat sehubungan mereka?. Dalam proses aktif ini pikiran manusia tdk hanya berperan sebagai “instrument” atau sarana untuk bertindak, tetapi menjadi bagian dari sikap kelakuan manusia. Citra manusia dibangun sebagai makhluk aktif dan dinamis – manuaisa mampu menetukan sikapnya atas situasi tertentu,  bukan hanya pasif yang tergantung pada situasi.

Psikologi Social G.H Mead


Filsafat intrumentalisme John dewey kemudian  “diterjemahkan” oleh ahli psikologi social George Herbert Mead (guru besar Univ. Chicago) dalam buku “Mind, self and society (1934). Pikiran (mind) manusia mengartikan dan menafsirkan benda-benda dan kejadian-kejadian yang dialami, menerangkan asal muasal dan meramalkan kejadian itu. Self (diri) atau “me”  adalah mempunyai status, ciri-ciri, peran yang diemban yang “dinamai” oleh masyarakatnya. Mind dan elf berasal dari masyarakat sebagai hasil proses-proses interaksi. Berpikir adalah interaksi diri dengan orang lain. Berpikir adalah hasil dari proses internalisasi diri dengan orang lain.

Konsep peran menjadi titik sentral dalam kajian ini. Misalnya, sebelum bertindak sebagai seorang politikus maka orang tersebut harus mengambil peran itu dari orang lain. Pola kelakuan dan komunikasinya harus disesuaikan dengan peran sebagai politikus. Orang menjadi “orang lain pada umumnya” (bayangkan kalau anda di panggung memerankan sebagai seorang anggota DPR misalnya.) sementara kita sehari-hari bukan anggota DPR.
 
Interaksional simbolik Herbert Blumer

Dan Blumer dalam buku “Symbolic Interactionism: perspective and method (1969) kemudian “diterjemahkan” lagi oleh Erving Goffman dlm buku The Presentation of self in everyday life (1956)  dengan me “metaphor” kan performance seseorang dalam kehidupan social dengan Drama dan panggung, yang kemudian teorinya disebut teori dramaturgis. 
Dalam memahami teori interaksionis simbolik dengan teori-teori turunannya adalah bahwa cara manusia mengartikan dunia dan diri sendiri berhubungan erat dengan masyarakatnya.

Asumsi-asumsi Interaksi simbolik dari Blumer : 
  • Manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna-makna yang dimiliki benda-benda itu bagi mereka.Makna-makna itu merupakan hasil dari interaksi social dalam masyarakat manusia. 
  • Makna-makna dimodifikasikan dan ditangani melalui suatu proses penafsiran yang digunakan oleh setiap individu dalam keterlibatannya dangan tanda-tanda yang dihadapinya. 
Kata/konsep  kuncinya :


1. Konsep Blumer : Konsep diri, perbuatan, obyek, interaksi social, joint action.  


-        Diri
Manusia sadar akan dirinya. Ia mengarahkan interaksi dg orang lain dan pada obyek-obyek tertentu, untuk mengenal dirinya yang kemudian diri melakukan proses penafsiran terhadap situasi..
-          Perbuatan
Perbuatan (tindakan) manusia terbentuk dari interaksi diri dg org lain.Perbuatan manusia merupakan konstruksi dirinya.
-         Obyek
Obyek dpt berupa benda fisik, maupun konsep-konsep konkrit dan abstrak yang bukan benda. Obyek ditentukan oleh minat dan arti yang dikenakan seseorang thd obyek itu (bukan cirri-ciri intrinsic benda tsb)
-          Interaksi social
Interaksi berarti bahwa peran peserta masing-masing memindahkan diri mereka secara mental ke dalam posisi orang lain (ke posisi lain). Interaksi berupa gerak-gerak dan komunikasi melalui symbol-simbol yang perlu difahami dan dimengerti artinya. Dalam interaksi simbolik orang , orang mengartikan dan menafsirkan gerak-gerak otang lain dan bertindak sesuai dengan arti itu.
-         Joint Action
Adalah aksi kolektif yang lahir di mana perbuatan masing-masing peserta dicocokkan dan diserasikan satu sama lain. Misalnya, dalam upacara perkawinan, makan bersama keluarga, diskusi, rapat dll.Jadi, aksi individu dalam kelompok disesuaikan dan melebur dalam aksi-aksi dan norma-norma kolektif.  

2. Pikiran, diri,  interaksi, dan penampilan (merangkum teori Mead, Blumer dan Goffman)


-         Pikiran
Pikiran manusia mengartikan dan menafsirkan benda-benda dan kejadian yang dialami, menerangkan asal muasal dan meramalkan mereka. Pikiran manusia menerobosi dunia di luar dan seolah-olah mengenalnya dari balik penampilannya. Ia menerobosi diri sendiri juga dan membuat hidupnya sendiri menjadi obyek pengenalannya,yang disebut “aku” atau “diri“ (self).
-         Diri
Konsep “aku” (I) menjelma menjadi “diri” (me). “Diri saya” dikenal olehnya mempunyai ciri-ciri dan status tertentu. Manusia yang ditanyai “ siapakah dia?” akan menjawab, bahwa ia mempunyai nama, bahwa ia orang laki-laki,suami,warga Negara, beragama, polisi, anggota partai politik, dan seterusnya.
Cara manusia mengartikan dunia dan diri sendiri berhubungan erat dengan masyarakatnya. Sama seperti Dewey yang menggarisbawahi kesatuan antara berpikir dengan berinteraksi. Mead juga melihat pikiran ( mind ) dan kedirian menjadi bagian perilaku manusia, yaitu bagian interaksinya dengan orang-orang lain. Interaksi itu membuat dia mengenal dunia dan diri sendiri. Dengan memakai kata-kata judul buku karangan Mead, yaitu Mind, Self, and society (1934 ), kita harus mengatakan, bahwa mind, dan self berasal dari society atau dari proses-proses interaksi.
-         Interaksi
Berpikir adalah interaksi oleh “ diri “ orang yang bersangkutan dengan orang lain. Tidak ada pikiran yang timbul lepas-bebas dari suatu situasi social. “ Diri saya “ mengatur di dalam kepala reaksi-reaksi atau gerak orang lain dengan sedemikian rupa, sehingga reaksi-reaksi itu bercocokan dan berserasian dengan gerak yang ditujukan kepada “saya”. Maka “berpikir” dapat dimengerti sebagai hasil pembatinan proses interaksi dengan orang lain. Dalam menafsirkan benda, kejadian, dan gerak orang, penafsiran oleh masyarakat atau kelompok yang telah saya batinkan, memainkan peranan penting. Misalnya, saya telah belajar bahwa “mengangguk” berarti ya dan “menggeleng-gelengkan” kepala berarti tidak. Dalam pandangan Goffman  interaksi adalah tatap muka dan bersifat co-presence.
-         Performance
Dalam pandangan Goffman, dunia social di metaporkan dengan panggung suatu drama, suatu istilah yang diaplikasikannya pada diri sendiri. Peran-poeran yang diharapkan orang lain tentang tingkah laku kita dalam situsi khusus, seolah-olah kita tengah memerankan sebuah naskah drama, dan memperrlihatkan bagaimana kita bertindak, cara kita mengatur penampilan  (performance) kita. Performance ini istilah khas dari Goffman. Dimana dunia performance terdiri dari 2 yaitu panggung depan dan panggung belakang. Panggung depan merupakan bagian performa individu yang secara teratur berfungsi dalam aturan umum dan tetap untuk dapat didefinisikan oleh mereka yang menyaksikannya. Di panggung depan initerdapat pengaturan (setting ), misalnya berupa dekorasi, furniture, tata letak fisik dan latar belakang “panggung’ yang diperlukan. Setting ini cenderung bersifat geografis, dalam arti bahwa seorang actor tidak dapat memainkan   pertunjukan jiaka belum didukung oleh situasi tempatnya. Selain itu terdapat personal front, berupa pakaian, jenis kelamin, usia, suku, ukuran dan bentuk tubuh, ekspresi muka, gerakan tubuh, dan sebagainya, yang diperlukan actor untuk melengkapi setting yang bersifat individual.
Panggung belakang merupakan tempat atau peristiwa yang memungkinkan ia mempersiapkan perannya di wilayah depan. Jika panggung depan yang akan ditonton khalayak, Maka panggung belakang adalah tempat para pemain mempersiapkan diri, bersantai, atau berlatih untuk memainkan peran mereka di panggung depan.
-         Dramaturgis
Interaksionis simbolik dirumuskan Erving Goffman dalam buku The Presentation of self in everyday life (1956) yang didasarkan pada prinsip metaphor dramaturgis. Hidup adalah sebuah pementasan drama yang dikemas sebaik mungkin sebagai upaya mengontrol kesan yang timbul atas diri orang lain dan bagaimana mengontrol perilaku yang tepat bagi dirinya di atas panggung hidup ini. Subyek pelaku yang bagi Parson lebih bersifat responsive atas “peran yang terbatin dalam dirinya (inhabiting an internalized role ), bagi Goffman subyek pelaku bertindak aktif (performing a role ) atau ada role distance. Pelaku menciptakan makna atas situasi yang terbaik bagi masing-masing pihak. Ia harus menampilkan pertunjukan yang dapat  diterima dari apa yang memang seharusnya dikerjakan. Intinya, harus ada keselarasan antara subyek pelaku yang nampak, alat-alat, dan penampilan panggung. Maka dibutuhkan self confidence, kecermatan menghitung segala kemungkinan bahkan yang terburuk sekalipun. Orang berusaha agar dikenal dari apa yang mereka kerjakan dengan sempurna sehingga makin hari makin terampil dan menguasai perannya. 

Bahaya dari tindakan social yang menekankan prinsip metaphor dramaturgis ini adalah orang memakai topeng untuk mengontrol orang lain. Seolah-olah orang berada di luar budaya dan memanipulasinya, dan bukannya membatinkan budaya serta menjadikan kekuatan dari dalam untuk bertindak.

Kita ambil contoh pada politisi kita yang anggota DPR. Mereka menampakkan diri/memerankan diri di panggung depan via media Tv misalnya, seolah-olah sebagai wakil rakyat yang menyalurkan aspirasi rakyat. Dengan acting, mimic muka, gesture dan gayanya masing-masing “memerankan” fungsi “seharusnya”. Padahal itu semua hanyalah kemasan, topeng, Cuma di atas panggung yang dilihat penonton (pemirsa). Padahal di panggung belakang, para wakil rakyat ini mempertontonkan kemewahan, mengurus dirinya sendiri dan partai, hidup berfoya-foya dengan penuh “entertain””, koruptif dll nya. Maka bahaya teori dramaturgis ini dalam melihat situasi social hanya dengan melihat “role” seseorang akan menjebak kita. Seolah-olah itu realitas. Kehidupan social tertentu hanya direpresentasikan oleh actor, dan mengabaikan struktur. Definisi-definisi situasi terlampau dibesarkan-besarkan. Dalam setiap situasi ada pembatasan-pembatasan yang dikenakan pada semua actor interaksi yaitu struktur. Pembatasan-pembatasan structural ini  nampaknya lebih relevan dalam menerangkan banyak kejadian drpd cara orang bertindak atau mendefinisikan situasinya. Pembatasan-pembatasan structural ini memagari ruang gerak bagi bersangkutan.

Perbedaan Panggung Depan dan Panggung Belakang
PANGGUNG DEPAN: adalah peran-peran “seharusnya” yang diharapkan oleh masyarakat dalam situasi tertentu. Peran-peran, aksi-aksi, bahasa yang digunakan, gaya bicara, tata letak, pakaian, dekorasi, peosedur, kalimat yang digunakan mengikuti atndard/norma umum. (wilayah ‘seharusnya’, das sollen) 
PANGGUNG BELAKANG : peran-peran yang dimainkan untuk tujuan tertentu (wilayah “apa adanya”, “das sein”) . Wilayah ini wilayah “mempersiapokan’ untuk tampil pada panggung depan. Justru sering kebenaran asli itu terletak pada panggung belakang ini. 
Dari kedua hal ini, jelas ada perbedaan pola komunikasi dalam wilayah Panggung belakang dan panggung depan.

PANGUNG DEPAN
PANGGUNG BELAKANG
Wilayah
Publik
Privat
Setting
Formal
Informal
Bahasa
Performatif, baku, dipublikasikan
Sehar-hari, disembunyikan
Gaya bahasa
Standar umum sesuai peran
Apa adanya sesuai tujuan
Penampilan
Resmi, norma umum
Tdk resmi, norma kelompok.
Suasana
Kaku, formal
Cair, negotiable.
Citra
Citra sosial
Citra diri
Dekorasi
Mengikuti protokoler resmi
Apa adanya, sesuai dengan tempat yang dipilih
Sarana
Idem
Idem
Pakaian
Resmi, formal
Casual, sehari-hari
Prosedur
Tertib dan normatif
Tergantung situasi
Tata letak
Resmi dan formal
Tergantung situasi
Dll


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar